Salam kejujuran
Saya adalah pendidik di suatu sekolah swasta di Bengkulu, saya turut prihatin dengan apa yg harus ibu alami bersama keluarga. Ini pasti sungguh sulit untuk dihadapi, tapi ibu sekeluarga ada di jalan yg benar.
Kita memang hidup dlm masyarakat yg sedang sakit, nilai moral sdg jungkir balik. Pokoknya susah untuk diomongkan lagi. Diknas sepertinya nggak bisa diharapkan lagi, tokoh masyarakat pejabat pemerintah yg lain sepertinya menutup mata. Moga-moga para alim ulama masih ada yg peduli dan mau mendukung ibu Siami sekeluarga.
Teruslah berjuang ibu, yakinlah di atas sana Tuhan tersenyum melihat ibu telah menjadi cahaya kecil di sebuah negeri yg sedang mengalami kegelapan.
R.J. Sulistyo
Yayasan Tarakanita Bengkulu
To Ibu Siami,
Bu, apa yang telah ibu perbuat sungguh sangat membuka kesadaran dan mata kita semua bahwa KEJUJURAN itu seharusnya ditanam kan bukan hanya dirumah dan lingkungan, tetapi juga di dalam lingkungan sekolah juga.Bagaimana kalau sebuah KEJUJURAN sudah diajarkan semenjak dini……..?
saya kagum kepada Ibu Siami; seorang ibu lulusan SMP yang berani menyuarakan kejujuran di tengah kebobrokan bangsa ini. Sekaligus saya pun malu kepada diri sendiri, karena saya belum tentu mampu melakukan hal yang dilakukan Ibu Siami.
Para pemimpin bangsa Indonesia, termasuk para wakil rakyat yang terhormat, sebaiknya belajar kejujuran kepada Ibu Siami. Percuma punya rentetan gelar dari perguruan tinggi, kalau akhirnya malah korupsi. Saya lebih menghormati dan lebih suka menjadikan Ibu Siami sebagai tokoh panutan, bahkan menganggap guru saya, tak peduli sekolahnya Ibu Siami hanya sampai SMP.
Maju terus Ibu Siami, karena sesungguhnya KEBENARAN tidak akan pernah terkalahkan.
INGATLAH SUARA GURU GARUT THN 2006 kepada PRESIDEN, MEDIKNAS, BSNP, DPR RI.
Amanat Guru melalui Bapak Prof. DR. Ir. H. Ginandjar Kartasasmita, selaku Ketua DPD RI
Jujur, Amanat Nurani Guru
Mendiknas, BSNP dan para kepala daerah bertanggungjawab
mencegah sikap manipulatif Ujian Nasional sebagai embrio KKN
PP 74-2002 tentang Guru (yang walaupun telat, akhirnya disyahkan Presiden), Bagian Kedua, Kompetensi,Pasal 4,ayat 5 poin e, Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:
a. mantap; b. stabil; c. dewasa; d. arif dan bijaksana; e. jujur; f. berwibawa; g. berakhlak mulia; h. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; i. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan j. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Terlepas dari sikap pro dan kontra pelaksanaan Ujian Nasional yang hingga saat ini masih debatable, kita patut bercermin dari kebijakan pemerintah tentang penyelenggaraan UN yang mengakibatkan mahalnya sikap JUJUR hingga sektor pendidikan pun sudah tidak mampu lagi untuk membelinya. Barangkali cost untuk itu sudah habis oleh anggaran belanja UN. Padahal outcomes sektor pendidikan diharapkan kondusif terhadap eksistensi good governance dimasa yang akan datang Republik ini. Standar Kelulusan pun bukan ditentukan oleh kompetensi kognisi dan mengabaikan domain psikomotorik dan afeksi. Bukankah konsideran UU no20 tahun 2003 ttg sisdiknas menyatakan:
“bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang;”
Seringkali saya nyatakan diberbagai forum bahwa berdasarkan bukti dan fakta dan pula didukung hasil temuan Tim Investigasi Komisi X DPR RI bahwa kecurangan, ketidakjujuran, dan prilaku manipulatif para pihak yang terlibat dalam Ujian Nasional tahun 2006 lalu sudah jelas nampak secara massive dan sistemik di kebanyakan propinsi di Republik kita ini (demikian pula pelaksanaan UN 2007 pun banyak prilaku manipulatif dari pihak-pihak yang hanya mengejar prestige ketimbang prestasi). Oleh karena itu wajarlah jika Komisi X DPR RI mempertanyakan masalah prinsipil tersebut kepada Mendiknas. Gerangan apakah kesalahan yang telah dilahirkan UN sehingga banyak para Kepala daerah, Bupati / Walikota bersama kepala dinas pendidikan, kepala sekolah dan guru-guru tim sukses MELACURKAN KEJUJURAN untuk sekedar meraih gengsi daerahnya?
Banyak para Guru bersikap standard ganda karena menjadi ”Pelaku Curang UN dan KORBAN” UN, yang pada gilirannya menghasilkan peserta didik yang PENAKUT walau hanya sekedar BICARA BENAR. Astaghfirulloh… Moga jutaan lulusan UN tahun 2006 dan tahun2 berikutnya ditolong ALLAH SWT untuk tidak berprilaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme walau mereka telah lahir dari Ujian Nasional yang dipaksakan oleh kondisi manipulatif. Semoga pula para Guru, Kepala sekolah, kepala Dinas Pendidikan kabupaten/kota, Bupati dan Walikota, kadisdik propinsi dan pemerintah pusat dapat tersadarkan oleh UU Guru dan Dosen pasal 20 Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, guru berkewajiban: d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika;
—————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————-
Oleh: Imam T. Taufiq, Guru SMAN 2 Tarogong Garut (berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor : 54651 / A2. IV . 1 /KP / 2000 tentang Pemindah tugasan atas permintaan sendiri Sdr. Drs. Imam Tamamu Taufiq dari SMU Pasundan 2 Kodya Bandung Prov. Jawa Barat ke SMUN 2 Tarogong Kab. Garut Prov. Jawa Barat), pelapor kecurangan UN 2006 di Kabupaten Garut, tapi Mendiknas menilainya sebagai pelaku dusta dan bermuatan fitnah sehingga dapat mengakibatkan terciptanya instabilitas lokal dan nasional (isi surat depdiknas). Sejak tanggal 19 Februari 2007 sampai 23 Juli 2007, saya “tidak boleh melaksanakan tugas” di SMAN 2 Tarogong(kini bernama SMAN 6 Garut). *Sejak 1 Agustus 2007 – sekarang Alhamdulillah saya dapat melaksanakan tugas sebagai GURU lagi di SMAN 6 Garut.
Garut, 14 April 2007
Imam T. Taufiq
Ketua SEGI GARUT